Saat ini, kesehatan mental menjadi salah satu masalah yang belum dapat ditangani sepenuhnya, baik secara nasional maupun global. Menurut data dari World Heart Organization (WHO) pada tahun 2019, 1 dari 8 orang, atau 970 juta orang hidup dengan gangguan mental, terutama gangguan kecemasan serta depresi. Dan meningkat sebesar 26-28% pada tahun 2020.
Berdasarkan laporan dari EHFA (Emotional Health for All) yang dikeluarkan pada tanggal 21 Oktober 2022, menyebutkan bahwa Indonesia memiliki tingkat masalah kesehatan mental cukup tinggi. Dari laporan tersebut ditemukan bahwa angka bunuh diri di Indonesia yang sebenarnya mungkin empat kali lipat dari angka bunuh diri yang dicatat, dan upaya bunuh diri tujuh kali lebih tinggi dari tingkat bunuh diri secara keseluruhan. Di sisi lain, laporan lain oleh lembaga yang sama (EHFA) menemukan bahwa hanya ada 4.400 psikolog dan psikiater di Indonesia terhadap total populasi sekitar 250 juta orang
Oleh karena itu, jumlah psikolog dan psikiater di Indonesia dinilai masih minim. Dari masalah-masalah kesehatan mental yang dijabarkan tersebut, bisa disesuaikan atau ditangani dengan menggunakan teknologi terkini seperti AI (artificial intelligence) untuk meningkatkan layanan pada kesehatan mental. AI telah mengubah berbagai bentuk perawatan kesehatan, termasuk kesehatan mental. Teknologi AI dan machine learning memungkinkan cara perawatan baru yang berfokus pada pemberian dukungan emosional bagi individu, membuat perawatan yang lebih efektif dan personal, dan membantu terapis mengembangkan teknik perawatan untuk orang dengan gangguan mental. Di bawah ini adalah empat contoh manfaat artificial intelligence yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan layanan dan perawatan di bidang kesehatan mental :
Organisasi kesehatan dunia (WHO), dalam kemitraan dengan Kementerian Kesehatan Qatar meluncurkan digital health worker Florence 2.0, pada Oktober tahun 2022. Florence 2.0 adalah platform yang interaktif dan inovatif untuk berbagi informasi kesehatan, terutama kesehatan mental dalam tujuh bahasa.
Florence 2.0 dapat menawarkan saran tentang cara mengurangi stres, memberikan panduan tentang cara makan dengan benar, cara lebih produktif dan cara berhenti dari rokok. Selain itu, menurut Soul Machines, perusahaan pengembang Florence 2.0, Florence 2.0 juga dapat berfungsi sebagai respons pertama di area yang mengalami kelangkaan petugas kesehatan.
Aplikasi seluler Woebot yang dikembangkan oleh Dr. Alison Darcy sejak tahun 2017 untuk terapi digital, juga membantu dalam meningkatkan layanan kesehatan mental. Aplikasi seluler ini menggunakan sistem layanan pesan instan untuk proses terapi dan konten perawatan yang dapat diotomatisasi.
Woebot dirancang untuk menjadi sahabat manusia, khususnya untuk mendukung kesehatan mental penggunanya. Berinteraksi dengan Woebot seperti layaknya pertemuan tatap muka di kehidupan nyata antara terapis dan pasien yang mengalami gangguan mental.
Woebot menggabungkan kekuatan teknologi digital seperti aplikasi mobile, AI dan natural language processing (NLP). Cara kerjanya, Woebot mengajak pengguna untuk berbicara layaknya teman. Selain itu, Woebot menciptakan simulasi percakapan yang suportif agar pengguna bisa terbuka terkait masalah yang mereka hadapi dan memberikan perawatan yang tepat.
AI dapat membantu mengidentifikasi perawatan yang tepat ketika kondisi pasien memerlukan perubahan dalam perawatan atau terapis yang berbeda. Misalnya, menganalisis obrolan antara terapis dan pasien untuk melihat berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk perawatan konstruktif daripada pembicaraan yang basa-basi. Sehingga membantu meningkatkan kualitas dari setiap sesi antara terapis dan pasien.
AI memiliki potensi untuk mengintegrasikan perawatan kesehatan fisik dan mental. Caranya adalah dengan memberikan peringatan kepada para dokter ketika seorang pasien berisiko mengalami gangguan jiwa berdasarkan rekam medis pasien. Misalnya, ketika pasien selalu meng-konsumsi obat pereda nyeri setelah operasi. AI dapat membantu memberi peringatan kepada dokter saat dosis obat anti nyeri sudah mencapai titik di mana pasien bisa mengalami ketergantungan. Selain itu, dokter dapat merujuk pasien ke terapis untuk mengatasi nyeri tanpa menggunakan obat.
Selain dari manfaat yang ditimbulkan dari pemanfaatan AI untuk kesehatan mental, AI untuk kesehatan mental juga memiliki kekurangan seperti berikut :
Singkatnya, AI sangat menjanjikan untuk diagnosis dan perawatan kesehatan mental, tetapi masih ada yang perlu dikembangkan dari AI untuk perawatan penyakit mental seperti pengawasan peraturan, privasi data serta praktik perlindungan yang kuat, transparansi metode AI, kepatuhan terhadap prinsip AI yang bertanggung jawab, dan validasi atau bukti dari uji klinis yang berskala besar.
Oleh karena itu, AI belum dapat sepenuhnya dapat menggantikan manusia, tetapi dapat mendukung psikolog dan terapis manusia. Teknologi AI dapat membantu orang yang tinggal di area yang sulit dijangkau atau area dengan akses terbatas ke layanan kesehatan mental. AI juga berpotensi mengubah cara perawatan kesehatan mental menjadi lebih mudah diakses, responsif dan terjangkau.